Teori Daun

​Pagi hari ini aku berniat diri untuk tidak melangkahkan kaki ke mana-mana. Rasanya hari ini ingin merebahkan diri saja. Rasa lelah semenjak tiga hari ini yang mengantarkanku berbuat demikian. Biasalah, tugas ujian akhir semester kampus. Membuatku mati kutu.

Ritme berpikir melonjak rasanya masih terasa meski badan selonjoran di lantai. Aku merasa seperti newton saat ia menemukan teori gravitasi. Saat ia duduk-duduk di bawah pohon sambil bersandar di batangnya, tiba-tiba ada buah yang jatuh dari atas. Entah jatuhnya ke mana. Tapi aku mengimajinasikan pas di kepalanya. Mungkin rasa sakit di kepalanya itu yang membuatnya berpikir, hingga jadilah teori grativasi pertama.

Berbeda denganku, tadi pagi saat aku tiduran di lantai tanpa alas. Aku menengok jendela yang luarnya terdapat dedaunan yang rindang. Tiba-tiba saja aku mendengar huru-hara angin yang datang. Sekejab mereka membabat dedaunan. Banyak sekali yang berjatuhan. Dan ada pula yg masih bertahan.

Saat serangan angin pada masyarakat daun telah selesai. Aku masih saja mengamati dedaunan yang diam itu. Alih-alih sedang mengamati. Tiba-tba ada dua atau tiga daun jatuh bergiliran, tanpa sebab apa-apa. Ku lihat tak ada manusia juga yang berniat menggugurkannya.

Pikiranku tanpa berputar lama menyimpulkan bahwa:

“Daun jatuh bukan selalu karena diterpa angin. Tapi memang ia sudah tak mampu lagi menggantung pada tangkai.”

Saya rasa ini bisa jadi teori dalam kasus tindak sosial manusia. Contoh kecilnya umpama, ada anggota dalam suatu organisasi yang tidak loyal dan tidak semangat. Bukan berarti organisasinya yang membuatnya demikian. Namun terlebih ya anggota itu sendiri. Dalilnya simpel. Organisasi itu maju sebab anggotanya bukan maju dengan sendirinya. Sebab, organisasi itu makhluk mati, sedangkan manusia makhluk hidup. Organisasi bisa hidup karena anggota yang menfhidupkannya.

Kalau contoh ini masih terlalu sulit dipahami. Besar kemungkinan pembaca sedang terjangkit penyakit jomblo. Oke, fine. Aku beri contoh mudah buat kalian. Ini fakta. Pasti kalian sering melihat realitanya, atau bahkan kalian sendiri pernah mengalaminya.

Bila ada seseorang yang menjalin kasih dengan pasangannya (harap jangan baper dulu), dan di kemudian hari hubungannya dengan kekasihnya mengalami keretakan. Bukan berarti keretakan itu disebabkan oleh batu yang dilempar dari orang lain di sekitarmu, entah itu orang ketiga, keempat atau dari orang tua di kedua belah pihak.

Bisa jadi, semangat untuk menjalin kasih itu lah yang hilang di hati salah satu dari mereka. Ada rasa bosan, rasa tak bersyukur, rasa tak qana’ah dan rasa-rasa lain yang menyelimuti di hati mereka. Ini lah yang menyebabkan hubungan mereka ibarat kaca yang sangat tipis. Hingga bila ada benda kecil saja menyentuhnya, bukan hanya retak, tapi hancur seketika.

Maka dari itu, menjalin kasih dengan pasangan itu jangan seperti kaca, tapi sepertilah baja. Baja yg terlahir dari hati yang sabar, setia, cinta, rindu dan berlapang dada. Dengan begitu, batu sebesar apapun yang menimpa, baja tak akan pernah hancur, kecuali atas kehendak Sang Pencipta.

Wallahu al-Musta’an…
Oke, sekarang silahkan ber-baper ria dan maaf atas segala baper yang tertunda.

Sapen, 22 Januari 2017

Antara Cincin dan Jari “Fuck”

Hari ini kami mahasiswa pascasarjana (bukan paksa sarjana) berkuliah ria seperti biasa tanpa adanya perubahan jadwal. Mentari menyongsong tanda kami sudah berada di kelas. Ya, sudah biasa kritikan-kritikan mengepakkan sayap-sayapnyanya terbang kesana kemari. Ada yang sukses terbang sampai sangkarnya, ada pula yang terbang masuk tong sampah begitu saja. Ya, namanya juga kritikan yang tak bermutu. Wajar.

Telinga kuliah (umumnya dibaca mata kuliah) pertama Pak Amin, lc dan Pak doktor Roby telah usai. Pada saat ini waktu menunjukkan arah matahari tepat di atas kepala. Untung saja, ruanganx ber AC – AC, tapi juga masih terasa setengah panas sih. Ya, namanya juga AC proyekan, tidak jelas sama sekali mereknya. Yang penting keluar angin katanya. Hampir mirip dengan kentut, cuma kentut itu hangat bagi yang pernah merasakannya.

Menikmati hangatnya kentut, eh AC maksudnya, seorang kawan yang mulai pagi sampai siang tidak masuk kelas, tiba-tiba saja muncul batang hidung dan ranting-rantingnya (bulu hidung :D). Saat telapak tangan bercipika-cipiki menandakan awal pertemuan, seoarang kawan tadi seketika jari-jemarinya enggan melepaskan jari-jemariku, entah saking kangennya atau gimana. Matanya tertutuju pada mata cincinku, bukan pada mataku. Benakku seketika menggapnya wajar, mungkin matanya lagi naksir pada mata cincinku, sehingga agak lama ia memandanginya. Tak lama, dia tersenyum dan mencari bangku kuliah yang tak berpenghuni.

Dalam waktu yang relatif singkat, dia mengirim pesan via Whatsapps padaku. Pada intinya dia ingin tahu bagaimana pemahamanku mengenai  hadis tentang pelarangan Nabi menggunakan cincin di jari tengah. Pada saat itu, q baru sadar kalau baru saja memindahkan cincin dari jari manis ke jari yang tengah. Maklum, longgar sekali lingkarannya. Memang juga bulan ini lagi hilang-hilangnya lemakku. Semua cincin jadi longgar semua. Selain itu, memang kebiasaanku kalau di jari satu mulai berkeringat sesegera mungkin ku pindah di jari yang lain.


Pada gambar itu bisa dilihat chattingan singkatku. Sangat singkat. Soalnya, saya juga karakternya tidak mau berbelit-belit debat yang tak ada ujungnya. Karena memang cara berpikir dan epistemologinya juga berbeda. Apa coba yang mau didebat. Ya, lumayan dia lebih mendahulukan bertabayun dari pada menjustifikasiku bahwa aku tidak mengikuti ajaran Nabi. Itu yang aku suka padanya.

Memang perlu ada suatu metodologi renyah yang mudah dilahab oleh orang awam, supaya umat islam terutama di indonesia tidak serta merta memakan hadis tanpa perlu diadon (diolah) terlebih dahulu. Karena banyak hadis yang bila dipahami secara tekstual, sudah tidak lagi layak diamalkan di era yang berbeda. Namun, juga bisa jadi ada yang masih bisa dipahami secara tekstual. Ulama indonesia yang membahas hal ini salah satunya adalah prof. Syuhudi Ismail. Beliau menawarkan gagasan bahwa hadis itu ada yang dipahami secara tekstual dan kontekstual. Kemudian hadis itu ada hadis yang bersifat lokal, temporal dan universal.

Bagaimana sebaiknya memahami hadis tersebut? Memang secara teks sangatlah jelas bahwa hadis tersebut mangandung lafadz naha (نهى) yang memiliki arti mencegah. Cuma pelarangan itu apakah mutlak sesuai denga pemahaman tekstual? Hal inilah yang akan menjadikan beberapa ulama hadis berbeda pendapat. Dan terus akan berbeda pendapat. Yang terpenting adalah hargai pendapat orang lain, dan tetaplah belajar.

#ayobelajar

Telogowono, 30 April 2016

Majelis Tauhid

Bi Ismi Allah al-Rahman al-Rahim

Mumpung malam minggu, enaknya ngobrol dengan Q-tab bukan kitab. Alias Smartphone. Hehe… Zaman ini hape memang lebih pintar dari sebelumnya. Sebaliknya, manusia sepertinya kebanyakan malah menggunakan potensi otaknya lebih kecil dari sebelumnya. Dulu, apa2 dihapal, tapi sekarang apa2 ditulis. Ya, sudah saya mengikuti zaman saja, nulis2 saja. Siapa tahu cucu saya pengen baca tulisan saya. Eh,, kok malah mikir ke sana, isteri saja belum punya. Haha…

Ada yang bilang, malam minggu adalah malam yang panjang. Padahal kenyataannya semua malam sama saja 12 jam. Tidak beda dengan malam-malam yang lain. Mungkin yang bikin beda adalah karena ada nuansa “cinta”. Bila ada seseorang yang ber-malam-mingguan dengan kekasihnya di malam hari, ia akan merasa malam begitu cepat. Jadi ketahuan,, orang yang nganggap malam minggu adalah malam yang panjang sudah dapat dipastikan, dia pasti JOKER (JOMBLO KERE) ^_^ 😀 wes jomblo kere pisan haha.. itu namanya jomblo plus plus. wahai para Joker , sekali-kali kita (eh, bukan kita.. loe aja kali :D) perlu melakukan kajian ilmiah secara semantik dan hermeneutik yang membahas mengenai apa itu Move On…!!  Supaya gak selalu baper+ngenes. Kasian itu hatimu, nanti ujung-ujungnya bisa merusak jiwa dan ragamu. Coba diingat kembali sabda Nabi Muhammad, “ada sesuatu, yang bila itu rusak maka akan menyebabkan semua anggota tubuh yang lain jadi rusak, apa itu? Qalbun (hati). Kemudian, coba nyanyikan lagu indonesia raya. Coba diangan-angan dan direnungkan ketika sampai pada lirik “Bangunlah jiwanya bangunlah badannya untuk Indonesia raya”. (Bacanya gak usah sambil nyanyi gitu,, :D). Oke sampai di sini, kalau mau melanjutkan lagunya tunggu saja upacara hari senin esok di sekolah, jangan di kamar mandi dan WC, soalnya bid’ah. Para pahlawan tak pernah melakukannya. Ya, sekali-kali Mbok Yoho mikir gimana indonesia ini maju dipelopori oleh umat islam gitu lho, menjadi indonesia raya untuk kedua kalinya. Ojo mikiri kesengsaraan atas JOMBLO & KERE mu Wae Cah. Hehe Baca lebih lanjut

ISLAM KAAFFAH

ISLAM KAAFFAH

Islam Kaaffah”, kata ini sering kali terdengar saat seseorang berbicara tentang agama islam. Namun beragam makna dan tafsiran yang terbiaskan dari dua kata ini. Orang islam lebih banyak memahaminya dengan islam menyeluruh. Tapi bagaimanakah yang dimaksud dengan islam menyeluruh? Ada golongan yang mengatakan bahwa Islam Kaffah adalah islam sebagai sebuah agama yang aturannya mengikuti jejak Salaf al-Shalih yang sesuai dengan tuntunan al-Quran dan Hadits. Sayang seribu sayang, hal ini dipahami dengan apa adanya tanpa melihat ruh atau prinsip yang terkandung di dalamnya.

Tanpa berbelit kembali, sebenarnya saya di sini ingin menuliskan sedikit pengalaman akademis mengenai islam kaffah. Hampir sebulan yang lalu saya diundang untuk menjadi fasilitator camp dalam salah satu organisasi perdamaian di Yogyakarta. Saya diundang untuk membawakan tema “mengenal islam”. Maklum karena pesertanya terdiri dari islam dan kristen, jadi saya mengenalkan islam secara umum saja, tidak sampai pada perdebatannya. Takutnya nanti peserta yang kristen gak mudeng.

Undangan ini menuntut saya belajar lebih dalam mengenai islam berikut kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang akan tersampaikan. Dalam pembelajaran ini saya menemukan mutiara akan Islam kaafah. Ilmu ini saya dapat dari rekomendasi kawan seperjuangan untuk mempelajari islam kaafah versi Prof. KH. Yudian Wahyudi, Ph.D. beliau menerangkan bahwa islam kaaffah itu terdiri dari tiga nilai penting yang tercermin dari al-Quran, yakni islam secara Theologis, Kosmos dan Kosmis.

Islam theologis mengisyaratkan bagaimana islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-nya yang meliputi kesaksian dan keimanan. Islam kosmis menunjukkan bagaimana islam menghargai sekaligus mengatur nilai-nilai kemanusiaan yang ada. Sedangkan islam kosmos merupakan suatu apresiasi terhadap hukum sebab dan akibat pada alam. Ketiganya merupakan suatu kesatuan yang saling berinteraksi dan bersinergi.

Terkadang ada orang islam yang secara theologis mengaku islam tetapi tindakannya selalu brutal terhadap sesamanya, ini timpang. Terkadang ada orang selalu berbuat baik terhadap orang lain dan selalu merawat alam, tapi dia secara theologis tidak islam, ini jomplang. Terkadang ada orang islam tapi sukanya menebang hutan tanpa tanda tangan, ini peyang.

Ya begitulah, Ada seseorang secara theologis islam tapi tidak islam secara kosmis. Ada yang secara kosmos islam tapi secara kosmis tidak islam. Ada pula yang secara kosmis islam tapi secara theologis tidak islam. Inilah kebanyakan kita masih ada yang tergolong timpang, jomplang dan peyang. Islam kaaffah tidak seperti itu. Islam kaaffah adalah bagaimana seseorang bisa islam secara menyeluruh dengan mensinergikan antara islam theologis, kosmos, dan kosmis. Wa Allahu a’lam bis al-Showab…… 

“Di tulis pada tanggal 03-12-2013”

خير الناس انفعهم للناس

“refleksi diri”

Sebuah kata yang sangat menarik yang sering digunakan orang, hingga dijadikan sebuah prinsip kehidupan. Tidak sedikit dari masyarakat indonesia umat islam khususnya menggunakan kata ini sebagai dalil serta penyemangat agar kita sebagai manusia bisa bermanfaat untuk orang lain. Bentuk kemanfaatannya ini bisa bermacam-macam, bisa dalam bentuk ide, konsep ataupun bentuk praksis yang diberikan kepada khalayak umum, yang paling penting adalah bisa berguna bagi orang lain.

Dalam artikel, penulis ini tidak memberikan penjelasan mengenai takhrij, tahqiq dan  meninjau syarahnya. Terlepas dari itu, hadis yang berbunyi di atas sangat lah aplikatif untuk memberikan dorongan agar kita selalu bisa bermanfaat untuk orang lain, apapun itu.

Namun, kenyataannya kita sering terbuai dengan dalil ini. Kita sebagai manusia yang hidup di dunia akan selalu melihat realita yang ada di depan kita. Hingga, dalam memberikan kemanfaatan untuk orang lain kita sering “lupa”. Lupa apakah yang dimaksud disini??

Yaa, kita sebagai manusia yang harus mempunyai kemanfaatan untuk orang lain juga harus ingat bahwasannya kita ini adalah makhluk yang bertuhan. Kita itu sering “lupa” di saat memberikan kemanfaatan untuk orang lain.

Sangat fatal sekali di saat kita hidup memberikan manfaat kepada orang lain, akan tetapi “lupa” kewajiban dan kebutuhan kita kepada-Nya. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa banyak dari kita melupakan-Nya dengan dalih mementingkan kebersamaan. Padahal, sesungguhnya kita mendekatkan diri kepada-Nya itu jauh lebih penting dari pada kita mendapatkan kebersamaan dengan mereka, ketentraman yang kita dapatkan akan jauh lebih indah di saat bersama-Nya dari pada bersama mereka.

Kita perlu mengingat-ingat, bahwa label sebaik-baiknya manusia yang merupakan orang yang paling banyak memberikan manfaat untuk orang lain, itu adalah hanya di mata manusia belaka. Ingat bahwa ”orang yang baik di mata manusia, belum tentu baik di mata Tuhannya”. Semoga kita menjadi orang yang baik di Mata-Nya dan di mata mereka.

muslim yang asli (the truth moslem)

Orang kafir itu orang yang sulit untuk di kasih pengertian (gak kenek dikandani) jadi orang-orang islam ada juga yang kafir, yaitu orang islam yang sudah tau mana yang baik dan mana yang buruk tapi tetap melakukan keburukan. Meskipun agamanya telah islam, tapi kalo gak pernah melakukan ajaran islam itu juga bisa disebut dengan orang kafir.

125. serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
[845] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
Alquran itu mulai awal sampai akhir secara keseluruhan menerangkan tentang akhlak serta ibadah-ibadah yang harus dikerjakan oleh orang-orang islam. Alquran rahmatan lil alamin adalah mengenai akhlak manusia, tapi mengenai ibadah-ibadah mahdhoh hanya diperuntukkan oleh orang yang sudah beragama islam.
Sebelum membahas islam lebih dalam, hendaknya di sini kita membedakan dahulu antara orang yang beragama islam dan orang islam. Orang yang beragama islam (spesific-moslem)adalah orang yang menjalankan syari’at islam secara formalitas dengan melaksanakan inside-religion atau rukun islam (syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji bila mampu). Sedangkan orang islam global (universe-moslem) adalah orang yang menjalankan ajaran islam secara keseluruhan baik ajaran inside-religion misalnya rukun islam maupun outside-religion misalnya jujur, sabar, qona’ah, itsar, rendah hati, dll. Hal ini hanya semata untuk membedakan antara orang yang hanya melakukan syari’at-syari’at islam saja dan orang islam yang menjalankan islam secara keseluruhan yang telah diajarkan alquran dan sunnah-sunnah dari Nabi Muhammad SAW. Namun, dari dua pembagian ini perlu adanya tambahan satu lagi yaitu some of universe moslem, yakni orang yang hanya melaksanakan ajaran out-side religion atau lebih mudahnya ajaran selain rukun islam (luar syari’at). jadi, disini a moslem terbagi menjadi tiga dari tingkatan yang paling tinggi, yaitu universe-moslem, some of universe moslem dan spesific-moslem.
Islam adalah makna secara keseluruhan dari alquran dan sunnah normatif dari Nabi SAW. Apa saja yang diajarkan alquran dan sunnah itu merupakan islam, baik yang berupa inside-religion ataupun outside-religion.
Jadi, bila ada orang yang tidak beragama islam (non-muslim) melakukan ajaran-ajarang yang ada di alquran, berarti dia telah termasuk dalam islam. Karena telah melakukan apa yang diajarkan oleh alquran. Jadi islam di sini mempunyai beberapa arti. yakni, islam sebagai agama (syariat cara beribadah kepada Allah), dan islam secara universal (menyangkut akhlak manusia).
Sholat merupakan sebuah ibadah yang bertujuan untuk selalu ingat kepada Allah. Dengan selalu ingat kepada Allah, manusia akan selalu terhindar dari fahsya’ wal munkar dan akan selalu melakukan suatu kebaikan kepada seluruh manusia. jadi, jika ada seseorang yang melakukan korupsi serta dia rajin melakukan sholat lima waktu, berarti koruptor tersebut sholatnya belum benar. Dia sholat hanya sebagai formalitas saja dalam beragama islam. Dia sholat tanpa mengingat tuhannya. Berbeda dengan orang yang benar sholatnya, yang selalu ingat kepada Allah. Orang yang seperti ini tidak akan berani untuk melakukan korupsi. Hal ini lah yang membuat sholat seseorang itu sia-sia dan tidak diterima oleh Allah, sebab tidak ada praktek untuk meninggalkan fahsya’ wal munkar serta bertentangan dengan konsep awal bahwasannya sholat itu untuk ingat kepada Allah.

esq 165

ESQ 165

ESQ 165

Antara IQ, EQ, dan SQ

* Sejarah keterkaitan IQ, EQ dan SQ.
Intelligence Quotient atau yang biasa disebut dengan IQ merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari Perancis pada awal abad ke-20. Kemudian Lewis Ternman dari Universitas Stanford berusaha membakukan test IQ yang dikembangkan oleh Binet dengan mengembangkan norma populasi, sehingga selanjutnya test IQ tersebut dikenal sebagai test Stanford-Binet. Pada masanya kecerdasan intelektual (IQ) merupakan kecerdasan tunggal dari setiap individu yang pada dasarnya hanya bertautan dengan aspek kognitif dari setiap masing-masing individu tersebut.
Kecerdasan intelektual (IQ) diyakini menjadi sebuah ukuran standar kecerdasan selama bertahun-tahun. Bahkan hingga hari ini pun masih banyak orangtua yang mengharapkan anak-anaknya pintar, terlahir dengan IQ (intelligence quotient) di atas level normal (lebih dari 100). Syukur-syukur kalau bisa jadi anak superior dengan IQ di atas 130. Harapan ini tentu sah saja. Dalam paradigma IQ dikenal kategori hampir atau genius kalau seseorang punya IQ di atas 140. Albert Einstein adalah ilmuwan yang IQ-nya disebut-sebut lebih dari 160.
Namun, dalam perjalanan berikutnya orang mengamati, dan pengalaman memperlihatkan, tidak sedikit orang dengan IQ tinggi, yang sukses dalam studi, tetapi kurang berhasil dalam karier dan pekerjaan. Dari realitas itu, lalu ada yang menyimpulkan, IQ penting untuk mendapatkan pekerjaan, tetapi kemudian jadi kurang penting untuk menapak tangga karier. Untuk menapak tangga karier, ada sejumlah unsur lain yang lebih berperan. Misalnya saja yang mewujud dalam seberapa jauh seseorang bisa bekerja dalam tim, seberapa bisa ia menenggang perbedaan, dan seberapa luwes ia berkomunikasi dan menangkap bahasa tubuh orang lain. Unsur tersebut memang tidak termasuk dalam tes kemampuan (aptitude test) yang ia peroleh saat mencari pekerjaan. Pertanyaan sekitar hal ini kemudian terjawab ketika Daniel Goleman menerbitkan buku Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ (1995).
Sebelumnya, para ahli juga telah memahami bahwa kecerdasan tidak semata-mata ada pada kemampuan dalam menjawab soal matematika atau fisika. Kecerdasan bisa ditemukan ketika seseorang mudah sekali mempelajari musik dan alat-alatnya, bahkan juga pada seseorang yang pintar sekali memainkan raket atau menendang bola. Ada juga yang berpendapat kecerdasan adalah kemampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan lainnya beranggapan kecerdasan adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan seterusnya.
Kemudian dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih significant disbanding kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak (IQ) barulah sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang sesungguhnya (hampir seluruhnya terbukti) mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk di tengah persaingan. Sebaliknya banyak orang yang kecerdasan intelektualnya biasa-biasa saja, justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pegusaha-pengusaha sukses, dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Di sinilah kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) membuktikan eksistensinya.
EQ adalah istilah baru yang dipopulerkan oleh Daniel Goleman. Berdasarkan hasil penelitian para neurolog dan psikolog, Goleman (1995) berkesimpulan bahwa setiap manusia memiliki dua potensi pikiran, yaitu pikiran rasional dan pikiran emosional. Pikiran rasional digerakkan oleh kemampuan intelektual atau yang popular dengan sebutan “Intelligence Quotient” (IQ), sedangkan pikiran emosional degerakan oleh emosi.
EQ merupakan serangkaian kemampuan mengontrol dan menggunakan emosi, serta mengendalikan diri, semangat, motivasi, empati, kecakapan sosial, kerja sama, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Dengan berkembangnya teknologi pencritaan otak (brain-imaging), yaitu sebuah teknologi yang kini membantu para ilmuwan dalam memetakan hati manusia, semakin memperkuat keyakinan kita bawa otak memiliki bagian rasional dan emosional yang saling bergantung.
Setelah itu, ketika seseorang dengan kemampuan EQ dan IQ-nya berhasil merai prestasi dan kesuksesan, acapkali rang tersebut disergap oleh perasaan “kosong” dan hampa dalam celah batin kehidupanya. Setelah prestasi puncak telah dipijak, ketika semua pemuasan kebedaan telah diraihnya, setelah uang hasil jeri payah berada dalam genggaman, ia tak tahu lagi ke mana harus melangkah. Untuk apa semua prestasi itu diraihnya?, hingga hampir-hampir diperbudak oleh uang serta waktu tanpa tahu dan mengerti di mana ia harus berpijak?.
Di sinilah kecerdasan spiritual atau yang biasa disebut SQ muncul untuk melengkapi IQ dan EQ yang ada di diri setiap orang. Danah Zohar da Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.
Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi dalam diri kita. Dari pernyataan tersebut, jelas SQ saja tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, karena diperlukan keseimbangan pula dari kecerdasan emosi dan intelektualnya. Jadi seharusnya IQ, EQ dan SQ pada diri setiap orang mampu secara proporsional bersinergi, menghasilkan kekuatan jiwa-raga yang penuh keseimbangan. Dari pernyataan tersebut, dapat dilihat sebuah model ESQ yang merupakan sebuah keseimbangan Body (Fisik), Mind (Psikis) and Soul (Spiritual), seperti di bawah ini:

* Indikator dan alat ukur IQ, EQ dan SQ.
Berdasarkan pengalaman, tidak ada indikator dan alat ukur yang jelas untuk mengukur atau menilai kecerdasan setiap individu, kecuali untuk kecerdasan intelektual atau IQ, dalam konteks ini dikenal sebuah tes yang biasa disebut dengan psikotest untuk mengetahui tingkat IQ seseorang, akan tetapi test tersebut juga tidak dapat secara mutlak dinyatakan sebagai salah satu identitas dirinya karena tingkat intelektual seseorang selalu dapat berubah berdasarkan usia mental dan usia kronologisnya.
Sedangkan untuk kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ), hingga saat ini belum ada alat yang dpat mengukurnya dengan jelas karena dua kecerdasan tersebut bersifat kualitatif bukan kuantitatif.
Seperti halnya dengan alat ukur kecerdasan, indikator orang yang memilki IQ, EQ dan SQ juga tidak ada ketetuan yang jelas, sehingga untuk mengetahui seseorang tersebut memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual biasanya dilihat dari hal-hal yang biasanya ada pada orang yang memiliki IQ, EQ dan SQ tinggi dan dilihat berdasarkan kompone dari klasifikasi kecerdasan tersebut.
Orang yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup tinggi dapat dilihat selain dari hasil tes, dapat terlihat juga bawa biasanya orang tersebut memiliki kemapuan matematis, memiliki kemampuan membayangka ruang, melihat sekeliling secara runtun atau menyeluruh, dapat mencari hubungan antara suatu bentuk dengan bentuk lain, memiliki kemapuan untuk mengenali, menyambung, dan merangkai kata-kata serta mencari hubungan antara satu kata dengan kata yang lainya, dan juga memiliki memori yang cukup bagus.
Seseorang dengan kecerdasan emosi (EQ) tinggi diindikatori memiliki hal-hal sebagai berikut :
– Sadar diri, panada mengendalikan diri, dapat dipercaya, dapat beradaptasi dengan baik dan memiliki jiwa kreatif,
– Bisa berempati, mampu memahami perasaan orang lain, bisa mengendaikan konflik, bisa bekerja sama dalam tim,
– Mampu bergaul dan membangun sebuah persahabatan,
– Dapat mempengaruhi orang lain,
– Bersedia memikul tanggung jawab,
– Berani bercita-cita,
– Bermotivasi tinggi,
– Selalu optimis,
– Memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan
– Senang mengatur dan mengorganisasikan aktivitas.
Lain halnya dengan indikator-indikator dari orang yang memiliki IQ dan S yang cukup tinggi di atas, orang yang miliki kecerdasan spiritual yang tinggi tidak dapat dilihat dengan mudah karena kembali ke pengertian SQ, yaitu kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan makna dan nilai, untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa jalan hidup yang kita pilih memiliki makna yang lebih daripada yang lain, dari hal tersebut dapat dilihat bahwa kecerdasan spiritual adalah kecakapan yang lebih bersifat pribadi, sehingga semua kembali kepada individu itu sendiri dan kepada hubungannya dengan Sang Pencipta.

* Upaya apa saja yang dapat kita lakukan untuk mengoptimalisasikan IQ,
EQ, dan SQ.
Selain dengan asupan gizi yang cukup dan seimbang ke dalam tubuh, ntuk mengoptimalisasikan kecerdasan intelektual atau IQ dapat diupayakan dengan melatih 7 kemampuan primer dari inteligensi umum, yaitu :
1. Pemahaman verbal,
2. Kefasihan menggunakan kata-kata,
3. Kemampuan bilangan,
4. Kemampuan ruang,

5. Kemampuan mengingat,
6. Kecepatan pengamatan,
7. Kemampuan penalaran.
Untuk mengoptimalisasikan kecerdasan emosi (EQ) seseorang dapat dilakukan dengan mengasah kecerdasan emosi setiap individu yang meliputi :
– Membiasakan diri menentukan perasaan dan tidak cepat-cepat menilai orang lain/situasi
– Membiasakan diri menggunakan rasa ketika mengambil keputusan
– Melatih diri untuk menggambarkan kekhawatiran
– Membiasakan untuk mengerti perasaan orang lain
– Melatih diri menunjukan empati
– Melatih bertanggung jawab terhadap perasaannya sendiri
– Melatih diri untuk mengelola perasaan dengan baik
– Menghadapi segala hal secara positif.
Sedangkan untuk mengoptimalisasikan atau memfungsikan kecerdasan spiritual dapat dengan upaya sebagai berikut :
a. Menggunakan aspek spiritual dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan makna dan nilai
b. Dengan melalui pendidikan agama
c. Melatih diri untuk melihat sesuatu dengan mata hati.

song for gaza (we will not go down)

ini aku punya lirik lagu “we will not go down” mau download lagunya disinI…………..

serangan israel kepada gaza

serangan israel kepada gaza

WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza) Lyrics
(Composed and Copyright 2009 by Michael Heart)

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight