WAHAI KAMU

say no to takfir

Wahai Kamu

kuatkan golonganmu
kuatkan madzhabmu
kuatkan keyakinanmu
kuatkan islammu

namun, hati-hati…
terhadap sifatmu yg suka ‘mengkafirkan’
terhadap karaktermu yg gandrung untuk ‘menyesatkan’

lihat kembali sifat dan karaktermu….
apa kau sangat yakin, kelak kau jauh dari neraka
apa kau berani menjamin, kelak kau masuk surga
atau kau sudah merasa amat mungkin, kelak kau bakal ditemui oleh-Nya

bisa jadi…
iblis sedang berkoalisi dengan setan
berusaha menjerumuskanmu lewat kesombongan

ya.. kesombongan…
sombong ilmu
sombong intelektual
sombong pengetahuan
bahkan, sombong atas kedekatanmu pada Tuhan

gunakan fikirmu
gunakan akalmu
gunakan hatimu
gunakan nuranimu

apapun golongan kita, madzhab kita, keyakinan kita.
jika kita berada pada level saling menyesatkan dan mengkafirkan,
bukankah itu sama halnya kita menunjukkan diri bahwa kita sesat dan kafir

coba pandanglah Indonesia,
ia butuh kasing sayang dan kedamaian
bukan kesombongan dan kebencian

Tuhan pun berfirman,
wa ma arsalnaka illa rahmatan lil ‘alamin…..

wallahu a’lam bis showab…

-sebuah refleksi diri akan sikap takfiri-

GALAU TINGKAT DEWA

GALAU TINGKAT DEWA

Sudah tiga kali ini aku merasakannya, di mana hati meledak-ledak dan tercabik-cabik oleh cakar harimau. Ya, habis meledak layaknya bom atom hirosyima-nagasaki, langsung saja tiba-tiba ada harimau yang menghampiri dengan sekejab mencabik dan merobek-robek hati ini. Sakitnya bukan hanya di sini, tetapi sakitnya di mana-mana. Memang benar dawuhe Nabi, “ada suatu organ tubuh yang bila ia sakit, seluruh anggota badan akan sakit. Ia adalah HATI”. Hati ini terasa sudah robek, lumuran darah berceceran dimana-mana, dan sepertinya sudah tidak bisa dijahit kembali agar lukanya tertutup dan sembuh.

Semua ini berawal dari tidak adanya keyakinan untuk menetap dan keraguan untuk pergi. Memang sulit sekali menentukan pilihan di posisi seperti ini. Apalagi dalam posisi yang sangat tidak ada manfaatnya sama sekali kepada yang lain. Aku jadi teringat apa yang dikatakan sama Cak Nun dalam bukunya, “Kamu itu tergolong manusia wajib, sunnah, mubah, makruh, atau haram?”. Mendengar kata ini membuatku berpikir ulang, sebenarnya aku ini ada pada tingkatan yang mana ketika disandingkan dengan masyarakat atau santri di sini. Jika benakku yang berbicara, sekarang ini mungkin masih tergolong pada level mubah atau makruh, bahkan nantinya akan haram. Oh ya, bukan mubah lagi, sudah makruh, ya makruh. Sebab ketidak-adanya diriku di sini itu mungkin lebih diharapkan dari pada adanya. Berbeda dengan orang-orang yang sudah tergolong sebagai manusia wajib, adanya dia itu harus, ketika dia tidak ada, maka akan terjadi ke-bubrah-an atau kemandekan. Hmmm, mungkin lama-lama diriku sudah termasuk kedalam manusia haram, harus ditiadakan adanya, sebab adanya membuat kerusakan tatanan sosial.

Bagaimana tidak, aku sebagai santri yang paling tua di sini tidak sama sekali memberikan suri tauladan yang baik terhadap yang lain. Padahal, cara mendidik yang paling baik adalah melalui suri tauladan, atau kebanyakan mereka mengatakannya dengan beramal. Tidak hanya bil qaul, akan tetapi bil hal wal amal. Malah Suri ke-edanan yang banyak ku ajarkan pada mereka. Berangkat pagi-pulang malam, bangun malam-tidur pagi, tidur saat semua kerja – sok kerja saat semua tidur, dan banyak lagi suri-suri ke-edanan yang ku ajarkan. Saat semua disidang sebab melakukan demikian dan tak ada sidang saat aku yang melakukan, pasti ada suatu ketimpangan, ya.. maksudnya kecemburuan sosial. Meskipun ada alasan bagiku melakukan itu semua, mulai dari ketidak-mampuanku atas kakiku sampai hasratku mencari ilmu, tetapi itu semua tetap saja, yang namanya suri tauladan ya harus nampak di panca indra. Ya begitulah, tidak adanya keyakinan untuk menetap semakin lama semakin menumpuk. Kalau ada pepatah yang mengatakan sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit, mungkin sekarang sudah jadi bukitnya, atau bahkan sudah jadi pegunungan himalaya.

Namun, terkadang ada beberapa hal yang membuatku ragu untuk pergi. Canda tawa mereka pasti tak akan ku dapatkan kembali di luar sana. Guyonan ala santri yang menggojlok satu sama lain, tingkah laku aneh nan koplak mereka, sampai pada budaya mecocok-cocokan dan menjodohkan santri satu dengan yang lainnya, dan banyak lagi yang lainnya yang sering kali membuatku tersenyum dan tertawa ha.ha.ha… Hal lain yang masih menyusahkan hatiku untuk melangkahkan kaki dari sini yaitu tidak adanya kontribusi ilmu yang ku sampaikan, terutama tentang mengaji. Entah karena mereka enggan menerima, atau aku yang kurang bisa mengajarkannya. Mungkin alasan kedua ini yang sangatlah Pas. Sebenarnya niatku seperti ini saat mengajarkan ilmu tidaklah tepat, jadi ingat mbah maimun zubair yang kurang lebih dawuhi seperti ini, “Mulang ngelmu iku gak usah diniati kanggo minterke santri, sebabe lek ono santrimu seng gak pinter, mundak ngilangke keikhlasanmu olehe mulang.”

Rasanya sudah berada diujung tanduk untuk memboyong diriku sendiri dari taman bunga yang penuh dengan keindahan ini. Ya, terasa seperti menjadi telur yang ada di ujung tanduk dan tinggal menunggu jatuhnya. Kecuali, tiba-tiba ada suatu hal yang membatalkan telur itu jatuh dan menempatkannya kembali di tempatnya. Saat itu mungkin aku akan mengurungkan niatku.

Demikian, tidak adanya keyakinan untuk menetap dan keraguan untuk pergi. Apa yang harus ku lakukan?? Tawakkaltu ‘ala Allah…..

Wa Allah A’lamu bi al-showab

PUISI SENJA TAK KUNJUNG TIBA

Puisi Senja Tak Kunjung Tiba

Hai kamu..

Di mana budi pekertimu

Di tengah yang lain semua kerja

Kau hanya bisa tidur di atas sajada

 

Kau tahu tidak siapa tadi yang kerja di sana

Beliau adalah orang yang istimewa

Semua orang menghormatinya

Tapi, tak ada sedikit pun hormatmu padanya

 

Apa kau tak ingat sama sekali

Gubuk siapa yang kau singgahi

Berdiri, berjalan seenaknya kesana kemari

Memang dasar kau itu makhluk yang ‘tak tau diri’

 

Apa dengan begitu semua orang akan suka padamu

Tidak, tidak, mereka semua akan mencemoohmu

Kalau kau tak mampu bilanglah tak mampu

Jangan sok kalau kamu selalu bisa membantu

 

Bolehkah aku memberi saran padamu

Saranku, Belajarlah lagi dari masa lalu

Berhijrahlah bila itu perlu

Dan Lakukan sesuatu sesuai dengan kemampuanmu

 

Tapi, ada hal yang harus kau jaga

Mintalah restu dari keduanya

Restu beliau dan restu orang tua

#RefleksiDiri

By leodzakiy Dikirimkan di Tidak Dikategorikan

KENAPA DAN ADA APA JOGJA…??

KENAPA DAN ADA APA JOGJA…??

“Jogja kota istimewa, istimewa orangnya istimewa budayanya”, ya inilah yang banyak didengar orang mengenai Jogja. Tapi di sini saya tidak akan ngobrol akeh tentang jogja, karena sudah banyak orang-orang yang membahasnya. Saya lebih suka menangkap makna “beyond”, sebuah makna di luar logika nyata tentang diri saya dengan kota jogja.

Malas sebenarnya saya menulis ini. toh, saya tulis atau tidak sama-sama tidak ada manfaatnya untuk orang lain. Cuma sekedar Curcol kata anak muda atau sekedar Ngoceh kalau kata orang tua. Ya, intinya di tulisan ini saya hanya sekedar menuliskan suatu refleksi atas kehidupan pribadi saya.

Siapa orang yang tidak mau Ngangsu Kaweruh di Jogja. Saya rasa semua orang ingin sekali belajar di kota pendidikan ini, ya begitu juga saya pada saat itu. Tapi keinginan itu mulai berubah saat batang tubuh menginjak masa aliyah, ya hanya masanya, soalnya kan saya hakekatnya tidak pernah sekolah aliyah, SMA atau semacamnya.

Banyak sekali orang bertanya padaku, “Kenapa kuliah di Jogja?”. “Saya gak sengaja kuliah di Jogja”, inilah jawaban yang sering berdendang di bibirku. Sangat, sangat, dan sangat tidak sengaja, tanpa saya sadari bisa kuliah di Jogja. Padahal, Mondok adalah sebuah suluk pendidikan yang ingin sekali saya lalui masa itu. Tau sendiri kan, rasanya menghatamkan kitab kitab gundul itu seperti dapat surga dunia. Ya, masih “seperti”, karena surga dunia kan dibawa oleh isteri masing-masing, katanya. Saya belum merasakannya juga kok.

Sekali lagi Jogja seperti telah mengikat kepalaku dengan tampar besar, hingga mau tidak mau kepalaku mengikuti arah tampar itu ditarik, ya ke arah Jogja. Saya meyakini, ini adalah takdir yang tidak bisa saya kendalikan. Energi & tenaga luar dalam sudah aku keluarkan, tapi sepertinya langsung ter-stop energi lain, hingga merubah apa yang telah ku usahakan. Aneh, ketika begitu banyak orang meraih cita-citanya sesuai dengan usaha yang dilakukannya, sangat berbeda sekali dengan saya. Begitulah, saya diberi-Nya pola yang berbeda. Kadang apa yang saya inginkan dan saya usahakan tidak sama sekali mendapatkan hasil. Tapi justru saya diberi hasil atas apa yang saya inginkan jauh di masa silam. Di jogja ini misalnya, saya ingin kuliah di Jogja hanya di waktu SMP, itu pun hanya keinginan yang hanya lewat tanpa ada proses yang saya usahakan.

Ya itulah anehnya, kenapa dan ada apa harus di Jogja.

Empat tahun lamanya akhirnya wisuda. Sebenarnya inginnya langsung kembali ke kampung atau pesantren asal, untuk menyelesaikan tugas pengabdia. Maklum, efek dapat beasiswa tanpa disengaja, harus ada pengabdian untuk pesantren sekurang-kurangnya tiga tahun.

Namun, ada hal yang menghalangiku keluar dari Jogja. Kenapa dan ada apa? Timing-nya wisuda bersamaan dengan butuhnya seseorang dosen tua atas tenagaku untuk menuliskan karya-karyanya. Beliau Bpk Ismail Thaib Syafahullah, yang ingin menyampaikan idenya lewat tulisan. Karena sudah tidak kuat lagi menulis, maka perlu bantuan orang lain untuk menuliskannya. Saya yang kebetulan jadi juru tulisnya saat itu. Inilah yang menghalangiku untuk pulang. Apalagi, ada proyek besar mentransliterasi dan sekaligus menterjemah tafsir karya ulama’ aceh Abdul Rauf al-Singkili, semakin berat hati saya untuk meninggalkannya.

Singkat kata, saya tidak jadi boyong. Lagi-lagi saya harus lama di Jogja. Singkat cerita lagi, entah kok begitu mudahnya saya melanjutkan S2 di Jogja. Lagi-lagi saya di Jogja harus lebih lama. Kenapa dan ada apa?

Sepertinya Allah ingin menyampaikan suatu pesan padaku atau bahkan mau memberiku sesuatu, tapi entah dalam bentuk apa, saya sedang mencarinya. Sampai saat ini, terkadang hal ini membuatku berenung dan bertafakkur. Ada apa dan kenapa? Mungkin Allah akan membiarkanku Boyong bila aku sudah mendapatkan apa yang belum aku dapatkan di JOGJA

Wallahu A’alam bi al-Showab

ISLAM KAAFFAH

ISLAM KAAFFAH

Islam Kaaffah”, kata ini sering kali terdengar saat seseorang berbicara tentang agama islam. Namun beragam makna dan tafsiran yang terbiaskan dari dua kata ini. Orang islam lebih banyak memahaminya dengan islam menyeluruh. Tapi bagaimanakah yang dimaksud dengan islam menyeluruh? Ada golongan yang mengatakan bahwa Islam Kaffah adalah islam sebagai sebuah agama yang aturannya mengikuti jejak Salaf al-Shalih yang sesuai dengan tuntunan al-Quran dan Hadits. Sayang seribu sayang, hal ini dipahami dengan apa adanya tanpa melihat ruh atau prinsip yang terkandung di dalamnya.

Tanpa berbelit kembali, sebenarnya saya di sini ingin menuliskan sedikit pengalaman akademis mengenai islam kaffah. Hampir sebulan yang lalu saya diundang untuk menjadi fasilitator camp dalam salah satu organisasi perdamaian di Yogyakarta. Saya diundang untuk membawakan tema “mengenal islam”. Maklum karena pesertanya terdiri dari islam dan kristen, jadi saya mengenalkan islam secara umum saja, tidak sampai pada perdebatannya. Takutnya nanti peserta yang kristen gak mudeng.

Undangan ini menuntut saya belajar lebih dalam mengenai islam berikut kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang akan tersampaikan. Dalam pembelajaran ini saya menemukan mutiara akan Islam kaafah. Ilmu ini saya dapat dari rekomendasi kawan seperjuangan untuk mempelajari islam kaafah versi Prof. KH. Yudian Wahyudi, Ph.D. beliau menerangkan bahwa islam kaaffah itu terdiri dari tiga nilai penting yang tercermin dari al-Quran, yakni islam secara Theologis, Kosmos dan Kosmis.

Islam theologis mengisyaratkan bagaimana islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-nya yang meliputi kesaksian dan keimanan. Islam kosmis menunjukkan bagaimana islam menghargai sekaligus mengatur nilai-nilai kemanusiaan yang ada. Sedangkan islam kosmos merupakan suatu apresiasi terhadap hukum sebab dan akibat pada alam. Ketiganya merupakan suatu kesatuan yang saling berinteraksi dan bersinergi.

Terkadang ada orang islam yang secara theologis mengaku islam tetapi tindakannya selalu brutal terhadap sesamanya, ini timpang. Terkadang ada orang selalu berbuat baik terhadap orang lain dan selalu merawat alam, tapi dia secara theologis tidak islam, ini jomplang. Terkadang ada orang islam tapi sukanya menebang hutan tanpa tanda tangan, ini peyang.

Ya begitulah, Ada seseorang secara theologis islam tapi tidak islam secara kosmis. Ada yang secara kosmos islam tapi secara kosmis tidak islam. Ada pula yang secara kosmis islam tapi secara theologis tidak islam. Inilah kebanyakan kita masih ada yang tergolong timpang, jomplang dan peyang. Islam kaaffah tidak seperti itu. Islam kaaffah adalah bagaimana seseorang bisa islam secara menyeluruh dengan mensinergikan antara islam theologis, kosmos, dan kosmis. Wa Allahu a’lam bis al-Showab…… 

“Di tulis pada tanggal 03-12-2013”

Kampung Baru

KAMPUNG BARU

Rambutku yang ikal dan sikapku yang tak begitu nakal. aku adalah orang yang waktu itu dikatakan pendiam oleh teman-teman. Dengan wajahku yang kalem semua orang meengangggapku sebagai orang misterius,, hemm…. seperti ada sesuatu yang sangat tersembunyi dan rahasia dari sikapku ini. Tapi aku menganggapnya biasa saja. “ahh.. itu hanya celotehan mereka.” Hatiku berbicara.

Oh,, iya.. hari ini adalah hari dimana aku menempati tempat baruku. Sebuah kampung yang asri, berjajar rumah-rumah sederhana, tampak indah dan rapi. ini mengingatkanku pada kampung nenekku yang pada saat itu aku masih kecil.

Dengan posisi rumah yang menghadap ke timur, mentari pagi mulai manyapa dengan sinarnya. “oh,, sejuknya”. Aku mengajak istriku menikmati keindahan ini. Kami menikah baru dua minggu lalu. Beribu-ribu Kebahagiaan selalu menyelimuti kita. Kita juga berharap akan selalu menjaga hati, pikiran dan emosi agar kebahagiaan ini bisa terus tumbuh seperti tunas di pagi hari.

Aku duduk di kursi, yang tepat ada di teras depan rumah seraya menunggu hidangan teh dari sang kekasih.

“ini mas,, teh hangatnya”, istriku menyuguhkan cangkir tepat di atas meja di sampingku.

“matur suwun ya sayang,,,”, segera ku ambil cangkir dengan mendekatkannya pada bibirku. Sambil aku melihat kecantikan wajahnya dengan senyum menawannya.

Belum sempat aku menurunkan gelas. Tiba-tiba ada seseorang yang memakai kopyah hitam ala SBY, berbaju krem dan bersarung kotak-kotak melangkahkan kaki memasuki halaman rumahku.

“assalamu ‘alaikum….” ujarnya.

“wa’alaikum salam,,,”, kami menjawabnya bersama dengan ramah.

“Mari silahkan duduk”, sambil memberi isyarat istriku untuk memberikan tempat duduknya. Istriku yang menangkap isyaratku langsung berdiri dan mempersilahkan: “Monggo pak,,”

“oh,, enggeh,,” ia menjawab dengan nada lembut sambil menundukkan kepala menuju ke arah kursi yang telah disiapkan oleh istriku.

“selamat datang di kampung baru”, ia mengawali obrolan dengan tersenyum dan menatapkan wajah ramahnya padaku sambil menggenggamkan jari-jemarinya seperti orang kedinginan. Baca lebih lanjut

Causality Pernikahan

Assalamu alaikum wr. wb.

Hemm,, oke!! Kali ini saya akan menuliskan sesuatu tanpa mengikuti kaidah EYD. Capek mikirnya… hehehe

Alhamdulillah sore ba’da ashar yang mendung ini saya masih merasakan kakiku yang sakit setelah engsel lututku lepas atau hampir bisa dikatakan patah. Kecelakaan yang sudah hampir sebulan yang lalu, tepat di saat futsal. Semoga tidak membuatku kapok sama sekali untuk berolah raga.

Sekitar baru 5 menit yang lalu, kami; saya, tholib, asyari, chip tiba dengan selamat dari perjalan makan dan ngopi. Sebelumnya punya rencana keliling-keliling lagi, tapi tidak jadi. Beberapa menit setelah merabahkan diri tiba-tiba saya termenung dalam hati tanpa disadari.

“Sebenarnya Cocok tidaknya perjodohan itu tergantung siapa? Allah? Manusia? Atau Alam?”

“kecocokan memang relatif, tetapi siapapun yang kita pilih akan sangat banyak sekali konsekwensi yang dihadapi”

Secara tak sadarkan diri tiba-tiba dalam ingatan hati saya muncul sebuah potongan ayat seperti ini

“ ‘asa an takrohu syai an wa huwa khoirun lakum wa ‘asa an tuhibbuu syai an wa huwa syarrun lakum”

Artinya: bisa jadi apa yang kamu benci itu justru lebih baik bagimu, bisa jadi apa yang kamu cintai itu lebih buruk bagimu

Ada sebuah kasus empiris sebuah pernikahan antara seseorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai antara satu sama lain. Di awal pernikahannya, kedua kekasih sangat bahagia tiada tara layaknya sudah mendapat surga dunia. Setelah beberapa tahun lamanya, mereka dikaruniai seorang anak pria yang tampan seperti arjuna. Namun, hidup mereka masih seperti sedia kala seperti awal pernikahannya. Padahal, mereka sudah berusaha sekuat tenaga membantingi tulang badannya untuk mencari harta agar kelak bisa kaya, itulah keinginan yang selalu muncul sejak dulu kala. Apa daya, apa yang mereka lakukan semuanya percuma dan sia-sia. Mereka tetap hidup serba pas-pas-an tanpa kekurangan. Akan tetapi, anehnya mereka selalu hidup rukun, akur, tentram, damai, tanpa pertengkaran. Hal ini didasarinya hanya karena atas rasa cinta.

Meninjau kembali kasus di atas, coba kita pikirkan kembali. Tidak semua “sebab” yang telah dilakukan akan mendapatkan “akibat” yang diinginkan seperti menjadi “kaya”. Terkadang justru malah sebaliknya, bila mereka menikah dengan orang yang tidak ia cintai, tiba-tiba secara mendadak kaya tanpa nyana. Mungkin penjelasan ini akan cukup untuk menerangkan ayat yang tercantum di atas.

Back to the question, siapakah yang menentukan cocoknya sebuah perjodohan? Allah? Manusia? Atau alam? Bila melihat sepotong kasus crita kecil di atas?

Saya teringat kembali akan inspirasi yang saya dapatkan dulu bahwa Allah selain menciptakan sistem sebab-akibat yang dhohir (visible causality) juga telah membuat sistem sebab-akibat yang bathin (unvisible causality).

Bila ada seorang pria menikahi seorang wanita seperti cerita di atas, maka peristiwa ini menjadi “sebab dhohir” yang kemudian menciptakan “proses sebab dhohir dan sebab bathin (processing causality)” yang akan bergerak secara beriringan pada alam sehingga menimbulkan “hasil atau akibat yang dhohir” kembali. Setiap apa yang kita lakukan secara dhohir akan selalu menimbulkan proses causality baik yang dhohir ataupun yang bathin kemudian menimbulkan hasil yang dhohir.

Kesimpulan dari sebuah pertanyaan yang tiba-tiba timbul, secara tiba-tiba pula terjawab dalam anganku. Ini bukan akademisi bukan pula curhat pribadi. Tapi disini saya hanya menuliskan apa yang terangan-angan dalam diri yang muncul berbentuk inspirasi.

Jawabnya, dari ketiga-tiganya semua memiliki keterpengaruhan dan saling berpengaruh baik Allah, alam atau pun manusia. Sebab manusia adalah makhluk hidup yang memiliki rasa, niat dan keinginan terhadap sesuatu tanpa ada yang memerintah. Akan tetapi, karena mereka hidup pada alam, maka mereka harus mengikuti sistem alam yang berupa sistem sebab dan akibat, sebuah sistem yang sudah diciptakan dan di-manage oleh Allah SWT.

Maka dari itu prioritas yang paling utama adalah

  1. kita wajib berdoa setiap hari minimal sholat 5 waktu, sebagai bentuk pengabdian dan penghambaan kita terhadap-Nya dengan harapan agar sistem buruk yang menimpa kita menjadi sistem yang paling baik. Sebab, Allah adalah pencipta sistem yang luar bisa untuk alam semesta tak ada tandingannya.
  2. Mencari celah-celah apa saja terhadap sistem alam, dengan mencari sebuah sebab dan melakukannya dengan harapan sistem dhohir-bathinnya bergerak menciptakan hasil yang baik. Sebab, sistem alam itu adalah pasti bukan relatif. Sistem bisa menjadi relatif ketika Allah menghendaki perubahan terhadap sistemnya.
  3. Berprilaku dan bertindak sekuat tenaga untuk melaksanakan semuanya, theory without practicing is nothing.

Mungkin cukup sekian terlebih dahulu sharing-q atas semua angan-q. Mengenai kebenaran tidaknya tulisan ini coba kita selalu telusuri. Tapi, ingatlah angan ini bukanlah sebuah ilmu yang sejati. Semuanya berada di tangan Ilahi Rabbi.

Wa Allahu a’lam bi al-showwaab….

Wassalamu alaikum wr. wb.

 cause

Manusia? Bagaimana?

Setelah melaksanakan shalat fardhu di sore ini, tiba-tiba terbit dari ufuk barat-timur otakku bahwa pada dasarnya manusia itu lebih memikirkan dirinya sendiri dari pada memikirkan orang lain, ya begitulah, bagaimana tidak?

Ada tipe orang yang sangat ingin menunjukkan superioritas dirinya dihadapan orang lain. Dia bahkan seperti tuhan yang hidup di bumi. Mengaku menguasai sana-sini-sono, dengan ke-khas-an jawabannya yang begana-begini-begono. Masalah apapun harus melintas dihadapannya, agar fatwa dan nasehatnya diperdengarkan oleh semua. Itu semua untuk membangun wibawa yang bisa dibawa ke mana-mana. Menjadi tenar dan terkenal itulah tujuannya. Dengan kata lain, apa yang dilakukannya hanya untuk kepentingan dirinya semata.

Ada sebagian orang lain yang berbeda atau bahkan bisa dibilang sebaliknya. Dia seperti hamba yang kecil yang tak berdaya menghadapi kehidupannya, dipandang sebelah mata oleh semua, sering dihina bahkan terkadang dianiaya. Dia bergerak bukan karena mengejar cita-cita yang dirancangnya, namun ia hanya bisa mengikuti perintah dari para penguasa, tujuannya hanya satu, yaitu hidupnya bisa tetap sejahtera. Dengan kata lain, segala pergerakan yang dilakukannya ujung-ujungnya untuk kepentingan dirinya semata.

Ada sebagian yang terlihat sangat ikhlas mementingkan kepentingan orang lain dari pada dirinya. Bukan karena diperintah oleh penguasa, bukan juga merasa dirinya hamba. Dia bergerak sesuai dengan keinginan yang tak terduga. Namun pada hakikatnya, masih saja timbul akan kepentingan dan kepuasan pribadi yang terselubung dalam hatinya, bahkan lebih dari cari muka. Awalnya saja untuk kepentingan orang lain, tapi pada akhirnya, ujung-ujungnya juga untuk kepentingan pribadi pula.

Dari tiga tipe ini, dapat disimpulkan bahwa apa yang dilakukannya dalam keseharian semua sama, yakni untuk kepentingan pribadi yang tak kunjung berhenti. Anehnya, dari tiga tipe ini mereka saling menuding sana-sini, seakan-akan dia mau mati terkubur sendiri. Ya, semua ini berawal dari makhluk ghaib yang bernama “IRI”.

#CatatanSenjaSore

#TobeContinued

Promo-Promo…

“Promo” mas…
Seorang PENJAHAT
tertembak oleh polisi
dan koma di RS. Kemudian
dia bermimpi dibawa malaikat ke NERAKA … Tapi ia terkejut karena di NERAKA begitu ramai, banyak orang berdisco, minum, judi, banyak pula artis-artis cantik, dan lain-lain … Langsung saja ia cepat-
cepat ingin masuk,tapi ditahan oleh IBLIS penjaga pintu ;
“Tunggu dulu! Waktumu
belum tiba … Kembalilah ke dunia, buatlah yang LEBIH JAHAT lagi,maka kau
pasti MASUK NERAKA … !
“Akhirnya ia dikembalikan
ke dunia … dan benar ia berbuat LEBIH JAHAT dan ditembak mati polisi.
Ia diantar IBLIS masuk NERAKA …
Tapi ia terkejut! … karena di
dalam NERAKA api
di mana-mana, bau amis darah dan banyak binatang berbisa … banyak teriakan minta tolong ..
iA Bingung,TERHENYAK dan ketakutan PENJAHAT itu
berkata: “Loh … Waktu
yg lalu NERAKA tdk begini … ?
“IBLIS tersenyum dan
dengan enteng berkata: “Oh, Waktu itu kita
lagi promo, mas…😀

By leodzakiy Dikirimkan di Humor Dengan kaitkata

Melamar Anak Gadis Kyai

Melamar Anak Gadis Kiai….

Malam itu tiga pemuda datang bertamu ke rumah seorang kiai. Mereka mempunyai hajat yang sama, yaitu hendak melamar anak gadis Pak Kiai.

“Siapa namamu?” tanya si kiai kepada pemuda pertama.

“Anas, Kiai.”

“Namamu bagus itu. Maksud kedatangan?”

“Mau melamar putri njenengan, Kiai”

“Oh iya? Kalau gitu saya tes dulu ya.. Coba kamu baca surat an-Nas sesuai dengan namamu.”

“Baik, Kiai…. ”

Lalu dia membaca surat an-Nas dengan lancar. Pak Kiai manggut-manggut.

“Kamu… Siapa namamu?” Pak Kiai menatap pemuda kedua.

” Thoriq, Kiai.”

“Hmmm, nama yang bagus. Sekarang tesnya sama ya… Kamu baca surat At-Thoriq.”

“Baik, kiai… ”

Lalu pemuda kedua itu pun membaca surat At-Thoriq dengan lancar. Pak kiai manggut-manggut sambil menatap pemuda ketiga yang tampak pucat.

“Nah, kamu! Siapa namamu?”

Si pemuda ketiga berkeringat dingin. Dengan gemetar dia jawab, “Imron, Kiai… tapi biasa dipanggil Qulhu.”

“Hah?!!”

By leodzakiy Dikirimkan di Humor